Komunikasi antar pribadi, di dalam kelompok dan organisasi, dalam konteks publik secara tatap muka atau melalui media, seringkali menemui hambatan sehingga tidak efektif lantaran mengabaikan pengaruh budaya dan perbedaan-perbedaan antar budaya. Dalam konteks itu, matakuliah ini menyajikan sejumlah pendekatan dan model, konsep dan teori, prinsip-prinsip dan faktor-faktor komunikasi yang memperhatikan pengaruh budaya dan perbedaan-perbedaan antar budaya di dalam proses komunikasi.
Kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman yang memadai
tentang komunikasi lintas budaya ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa agar
mampu mengembangkan kapasitasnya dalam bidang Komunikasi Bisnis dalam situasi
lintas budaya dengan beragam pihak.
Matakuliah
Komunikasi Lintas Budaya memberikan pengertian tentang hubungan yang esensial
antara komunikasi dan budaya sebagaimana faktor dalam proses komunikasi dalam
budaya yang berbeda, terutama dalam menghadapi era globalisasi dengan
menjelaskan prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya, pengertian budaya,
universalisme dan partikulasi budaya, sistem tanda dalam budaya tertentu,
bahasa dalam budaya, pengertian prasangka budaya dan stereotipe, bentuk-bentuk
komunikasi dalam berbagai budaya yang berbeda.
1.2 Permasalahan
1.
Mengapa
kita harus mempelajari komunikasi lintas budaya ?
2.
Apa
yang disebut dengan budaya ?
3.
Bagaimana
cara kita berkomunikasi dan memahami orang yang berbeda budaya ?
4.
Bagaimana
reaksi etnosentris yang ada pada masyarakat Indonesia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA
Komunikasi lintas budaya merupakan salah satu bidang
kajian Ilmu Komunikasi yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola
komunikasi antar pribadi diantara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan.
Pada awalnya, studi lintas budaya berasal dari
perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga kajiannya lebih bersifat
depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi
berdasarkan budaya tertentu.
Banyak pembahasan komunikasi lintas budaya yang
berkisar pada perbandingan perilaku komunikasi antarbudaya dengan menunjukkan
perbedaan dan persamaan sebagai berikut:
1.
Persepsi, yaitu
sifat dasar persepsi dan pengalaman persepsi, peranan lingkungan sosial dan
fisik terhadap pembentukan persepsi
2.
Kognisi, yang
terdiri dari unsur-unsur khusus kebudayaan, proses berpikir, bahasa dan cara
berpikir.
3.
Sosialisasi,
berhubungan dengan masalah sosialisasi universal dan relativitas, tujuan-tujuan
institusionalisasi; dan
4.
Kepribadian,
misalnya tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, dan tipologi karakter
atau watak bangsa.
2.1
Pentingnya Komunikasi
Bisnis Lintas Budaya
Sudah
saat nya para pengambil keputusan, khususnya manajemen puncak, mengantisipasi
era perdangangan bebas dan globalisasi sejak dini. Era yang ditandai dengan
semakin marak dan meluasnya berbagai produk dan jasa termasuk teknologi
komunikasi ini, menyebabkan pertukaran informasi dari suatu negara ke negara
lain semakin leluasa, sehingga seolah dunia ini tidak lagi terikat dengan
sekat-sekat yang membatasi wilayah suatu negara.
Tanpa
harus mengamati secara jeli, orang awam pun mengetahui bahwa sudah lama
indonesia memasuki era globalisasi. Contoh sederhananya adalah masuknya
sejumlah produk dan jasa dari luar negeri yang dapat dikonsumsi oleh konsumen
di tanah air,seperti makanan cepat saji, minuman ringan, mainan anak-anak,
pakaian, perlengkapan komunikasi, komputer personal, produk elektronik
(audio-visual), dan pekerja asing dalam berbagai bidang keahliannya.
Dalam
menyikapi era perdagangan bebas dan globalisasi, perusahaan-perusahaan besar
mencoba melakukan bisnis secara global. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan
besar yang beroperasi di tanah air baik di bidang manufaktur, aksplorasi, maupun jasa, menggunakan
beberapa konsultan asing untuk membantu mengembangkan perusahaan mereka. Begitu
pula sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar di tanah air juga ada yang
mengembangkan bisnisnya ke berbagai negara.
Dengan
melihat perkembangan atau tren yang ada saat ini, komunikasi bisnis lintas
budaya menjadi sangat penting artinya bagi terjalinnya harmonisasi bisnis di
antara mereka. Bagaimanapun diperlukan suatu pemahaman bersama antara dua orang
atau lebih dalam melakukan komunikasi
lintas budaya, baik melalui tulisan maupun lisan.
Semakin
banyaknya pola kerja sama maupun kesepakatan ekonomi di berbagai kawasan dunia
saat ini akan menjadikan komunikasi bisnis lintas budaya semakin penting. Saat
ini ada beberapa pola kerja sama ekonomi diberbagai kawasan dunia, seperti
kawasan ASEAN (AFTA/ASEAN free Trade Area), kawasan asia pasifik (APEC),
kawasan Amerika Utara (NAFTA/North American Free Trede Area), kawasan Kanada
(CFTA/Canada Free Trade Area), kawasan Eropa Tengah (CEFTA/Central European
Free Trade Area), kawasan Eropa (EFTA/European Free Trade Area), dan kawasan
Amerika Latin (LAFTA/Latin American Free Trade Asociation).
Pendek
kata, dengan semakin terbukanya peluang perusahaan multinasional masuk ke
wilayah suatu negara dan
didorong dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka
pada saat itulah kebutuhan akan komunikasi bisnis lintas budaya menjadi semakin
penting artinya.
2.2 Memahami Dan Mendefinisikan Komunikasi Dan Budaya
Komunikasi lintas budaya terjadi bila pengirim pesan
adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari
suatu budaya yang lain. Oleh karena itu, sebelum membicarakan Komunikasi Lintas
Budaya lebih lanjut kita akan membahas konsep komunikasi dan budaya dan
hubungan diantara keduanya terlebih dahulu.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Pembicaraan tentang komunikasi akan diawali dengan asumsi bahwa komunikasi berhubungan dengan kebutuhan manusia dan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Kebutuhan berhubungan sosial ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
merupakan proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan.
Dan proses berkomunikasi itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin tidak
dilakukan oleh seseorang karena setiap perilaku seseorang memiliki potensi komunikasi.
Proses komunikasi melibatkan unsur-unsur sumber
(komunikator), Pesan, media, penerima dan efek. Disamping itu proses komunikasi
juga merupakan sebuah proses yang sifatnya dinamik, terus berlangsung dan
selalu berubah, dan interaktif, yaitu terjadi antara sumber dan penerima.Proses
komunikasi juga terjadi dalam konteks fisik dan konteks sosial, karena
komunikasi bersifat interaktif sehingga tidak mungkin proses komunikasi terjadi
dalam kondisi terisolasi. Konteks fisik dan konteks sosial inilah yang kemudian
merefleksikan bagaimana seseorang hidup dan berinteraksi dengan orang lainnya
sehingga terciptalah pola-pola interaksi dalam masyarakat yang kemudian berkembang
menjadi suatu budaya.
Adapun budaya itu sendiri berkenaan dengan cara hidup
manusia. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik dan teknologi
semuanya didasarkan pada pola-pola budaya yang ada di masyarakat.
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat.
Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok.(Mulyana, 1996:18)
Budaya dan komunikasi tak dapat
dipisahkan satu sama lain, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara
dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia
miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan
menafsirkan pesan. Budaya merupakan
landasan komunikasi sehingga bila budaya beraneka ragam maka beraneka ragam pula
praktek-praktek komunikasi yang berkembang.
2.3 Memahami Perbedaan-Perbedaan Budaya
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia
tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak
dimiliki oleh sebagian orang yang lainnya – budaya dimiliki oleh seluruh
manusia dan dengan demikian seharusnya budaya menjadi salah satu faktor
pemersatu.
Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau
lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan
biologis mereka. Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai
apa yang dikatakan budaya mereka. Mereka dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan
masyarakat dimana mereka tinggal dan dibesarkan, terlepas dari bagaimana
validitas objektif masukan dan penanaman budaya ini pada dirinya.
Individu-individu itu cenderung mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan
dengan “kebenaran” kultural atau bertentangan dengan
kepercayaan-kepercayaannya. Inilah yang seringkali merupakan landasan bagi
prasangka yang tumbuh diantara anggota-anggota kelompok lain, bagi penolakan
untuk berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan.
Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok
orang tertentu sehingga jika kita ingin lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan
yang terdapat dalam msaing-masing budaya tersebut paling tidak kita harus mampu
untuk mengidentifikasi identitas dari masing-masing budaya tersebut yang antara
lain terlihat pada:
• Komunikasi dan Bahasa
Sistem komunikasi, verbal maupun nonverbal, membedakan
suatu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak sekali bahasa verbal
diseluruh dunia ini demikian pula bahasa nonverbal, meskipun bahasa tubuh
(nonverbal) sering dianggap bersifat universal namun perwujudannya sering
berbeda secara lokal.
• Pakaian dan Penampilan
Pakaian dan penampilan ini meliputi pakaian dan
dandanan luar juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara kultural.
• Makanan dan Kebiasaan Makan
Cara memilih, menyiapkan, menyajikan dan memakan
makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya.
Subkultur-subkultur juga dapat dianalisis dari perspektif ini, seperti ruang
makan eksekutif, asrama tentara, ruang minum teh wanita, dan restoran
vegetarian.
• Waktu dan Kesadaran akan waktu
Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu
dengan budaya lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian lainnya
merelatifkan waktu.
• Penghargaan dan Pengakuan
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan
memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik
dan berani, lama pengabdian atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas.
• Hubungan-Hubungan
Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan
hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan,
kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.
• Nilai dan Norma
Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya
menentukan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini
bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan
hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak; dari penyerahan istri
secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.
• Rasa Diri dan Ruang
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa
diekspresikan secara berbeda oleh masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat
terstruktur dan formal, sementara budaya lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan
menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya-budaya lain lebih
terbuka dan berubah.
• Proses mental dan belajar
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak
ketimbang aspek lainnya sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang
mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar.
• Kepercayaan dan sikap
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap
hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktek keagamaan atau
kepercayaan mereka.
2.4 Etnosentrisme
Konsep
etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama dengan rasisme. Konsep ini
mewakili sebuah pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai
semangat bahwa kelompoknyalah yang lebih superior dari kelompok lain.
Etnosentris
adalah akar dari rasisme. Karena etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai
patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau
ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan
sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis
atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok etnis dan
bangsa yang lain. Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal
dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam
pengetahuan, pengalaman, maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi.
Perlu pula dipahami bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada
berbagai keterbatasan tersebut.
CONTOH :
Konflik
dan Kepentingan Sosial
Sebagai bangsa yang majemuk,
Indonesia memiliki potensi untuk terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena
adanya sikap etnosenris dan memandang kelompok lain dengan ukuran yang
sama-sekali tidak ada konsesus atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300
bahasa. Sehingga Indonesia adalah negara yang sangat kaya ada-istiadat. Namun,
kekayaan itu akan menjadi lumpuh ketika perbedaan di antaranya tidak diperkuat
oleh sikap nasionalisme. Hal ini bisa dilhat dari banyaknya konflik antaretnis
di tahun 1990-an. Seperti tragedi Sampit, antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat
kecemburuan ekonomi antara Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai penduduk
asli. Tragedi Pos, Ambon, dan Perang adat di Papua.
Sebagai contoh di Papua.
Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua.
Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai,
Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh,
Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda.
Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat pemukiman
suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial
ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan
memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas
pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula.
Keanekaragaman ini sering
memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana
terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing
suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat
berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah
atau semkain kuat dan melebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan
pernah berakhir.
Fenomena yang sama juga banyak
terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai kota multikultur,
banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan latarbelakang kebudayaan yang
berbeda Masig-masing membawa kepentingan dan nilai dari daerah masing-masing.
Kekhawatiran yang kedua muncul adalah adalnya sentiment primordial dan
etnosentris. Misalnya mahasiswa yang berasal dari Medan (suku Batak) akan
selalu berkeras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya sebagai orang
yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan
Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun
berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling
maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa, maka
stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar, dan
pemberontak.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem-sistem nilai yang berbeda dan
karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, juga menentukan cara
berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang
ada pada masing-masing budaya.
Sehingga sebenarnya dalam setiap kegiatan komunikasi kita dengan orang lain
selalu mengandung potensi komunikasi lintas budaya atau antar budaya, karena
kita akan selalu berada pada “budaya” yang berbeda dengan orang lain, seberapa
pun kecilnya perbedaan itu.
Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal,
setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak
nyaman atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman
itu banyak kita temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme
dewasa ini dalam wujud konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan
antar etnis.
Sebagai salah satu jalan keluar untuk meminimalisir
kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan budaya adalah dengan mengerti
atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya orang lain, mengetahui
prinsip-prinsip komunikasi lintas budaya dan mempraktekkannya dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasakan
karena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai
budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk
dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah
(desa/kota),latar belakang pendidikan, dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Djoko. 2004. Komunikasi
Bisnis, Edisi Ketiga, Jakarta : Erlangga
Lewis, Richard D. 2004. Komunikasi Bisnis Lintas
Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya