Tuesday, 22 August 2017

Hubungan Komunikasi Inovasi dan Korupsi di Indonesia






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Komunikasi inovasi dan permasalahan korupsi di indonesia. berbicara mengenai permasalahan korupsi di indonesia jika di bahas maka tidak akan ada habisnya, karena begitu banyaknya kasus-kasus korupsi di bumi pertiwi ini. Hingga kini ada sebagian kasus korupsi yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah karena tersangka dalam kasus tersebut merupakan beberapa pemimpin dan pejabat negara itu sendiri. Maka dari itu dalam hal ini penulis ingin membatasi permasalahan tersebut jika dikaitkan dengan komunikasi inovasi. Bagaimana dalam komunikasi inovasi seperti beberapa inovasi atau pembaruan atau ide-ide untuk pembangunan di indonesia dapat berpotensi sebagai lahan korupsi bagi pejabat-pejabat negara. Untuk lebih jelasnya penulis akan membahas permasalahan ini pada bab yang selanjutnya. 
1.2  Tujuan
Makalah ini penulis buat bertujuan untuk menyelesaikan tugas ujian tengah semester (UTS) yang dibebankan oleh dosen pembimbing. Dengan diselesaikannya makalah ini, penulis berharap para pembaca dapat mengetahui bagaimana komunikasi inovasi yang negatif atau tidak baik akan berdampak pada timbulnya beberapa permasalah korupsi di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peranan Komunikasi Dalam Inovasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dalam komunikasi inovasi, proses komunikasi antara (misalnya penyuluh dan petani) tidak hanya berhenti jika penyuluh telah menyampaikan inovasi atau jika sasaran telah menerima pesan tentang inovasi yang disampaikan penyuluh. Namun seringkali (seharusnya) komunikasi baru berhenti jika sasaran (petani) telah memberikan tanggapan seperti yang dikehendaki penyuluh yaitu berupa menerima atau menolak inovasi tersebut.
Dalam proses difusi inovasi, komunikasi memiliki peranan penting menuju perubahan sosial sesuai dengan yang dikehendaki. Rogers dan Floyed Shoemaker (1987) menegaskan bahwa “difusi merupakan tipe komunikasi khusus, yaitu mengkomunikasikan inovasi. Ini berarti kajian difusi merupakan bagian kajian komunikasi yang berkaitan dengan gagasan-gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi meliputi semua bentuk pesan”. Jadi jika yang dikomunikasikan bukan produk inovasi, maka kurang lazim disebut sebagai difusi.
Teori difusi inovasi sangat penting dihubungkan dengan penelitian efek komunikasi. Dalam hal ini penekannya adalah efek komunikasi yaitu kemampuan pesan media dan opinion leader untuk menciptakan pengetahuan, ide dan penemuan baru dan membujuk sasaran untuk mengadopsi inovasi tersebut.
2.2 Teori Difusi Inovasi
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan . Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

2.3 Tahapan Peristiwa Yang Menciptakan Proses Difusi
1)      Mempelajari Inovasi
Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.



2)      Pengadopsian
Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.
3)      Pengembangan Jaringan Sosial
Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.

2.4 Permasalahan Korupsi Di Indonesia
Problem terbesar di negara ini adalah masalah korupsi. Praktik korupsi di Indonesia terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari urusan kecil yang menyangkut pelayanan masyarakat di tingkat terbawah (desa, kelurahan, kecamatan), hingga rekayasa penggunaan anggaran di lembaga-lembaga pemerintah. Korupsi terjadi karena ada niat dan ada kesempatan serta inovasi-inovasi yang menyimpang dilakukan beberapa pejabat pemerintahan.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
 Contoh nyata permasalahan korupsi yang terjadi akibat adanya inovasi dalam sebuah pembangunan infrastruktur bisa kita lihat pada pembangunan tempat pusat kegiatan olahraga yang disebut juga dengan wisma atlet. Pada pembangunannya banyak hal-hal yang menyimpang mengenai anggaran APBD yang dikeluarkan pemerintah guna membangun wisma atlet tersebut. Anggaran pembangunan bisa menjadi kesempatan bagi para pejabat pemerintah untuk melakukan tindak pidana korupsi.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inovasi tidak hanya berdampak positif bagi pembangunan di Indonesia juga akan berdampak negatif bagi pembangunan tersebut, karena dengan adanya pembangunan yang terjadi banyak kegiatan-kegiatan yang menyimpang yang akan dilakukan pejabat pemerintah sebagai lahan korupsi. Korupsi tentu saja akan menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa. Praktik korupsi di Indonesia terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari urusan kecil yang menyangkut pelayanan masyarakat di tingkat terbawah (desa, kelurahan, kecamatan), hingga rekayasa penggunaan anggaran di lembaga-lembaga pemerintah.
3.2 Saran
Penulis sangat menyadari masih banyak kekuranngan dalam makalah ini yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu yang dimiliki. Dengan demikian, diharapkan kepada pembaca untuk membeerikan saran yang sifatnya membangun agar makalah ini menjadi lebih berkualitas, agar penulisan makalah yang akan datang menjadi lebih baik lagi.







DAFTAR PUSTAKA

http://ruangdosen.wordpress.com/

Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional

0 komentar:

Post a Comment